KEBIJAKAN VOC DAN PENGARUHNYA
VOC adalah badan / kongsi perdagangan
Belanda yang berdiri sejak tahun 1602. Sebutan kompeni Belanda yang dialamatkan
pada orang-orang VOC merupakan istilah dari kata Compagnie. Lidah
orang-orang Indonesia menyebut nama compagnie menjadi
kompeni. Ingat, VOC kepanjangan dari Oost
Vereenigde Indische Compagnie.
Salah satu kunci keberhasilan VOC adalah
sifatnya yang mudah beradaptasi dengan kondisi yang telah ada disekitarnya.
Kebijakannya dapat dikatakan kelanjutan atau tiruan dari sistem yang telah
dilakukan oleh para penguasa local. VOC secara cerdik menggunakan lembaga dan
aturan-aturan yang telah ada di dalam masyarakat lokal untuk menjalankan roda
compagnienya. Hak monopoli, penyerahan wajib, penanaman wajib, tenaga kerja
wajib dan pajak sebenarnya telah menjadi bagian dari struktur dan kultur yang telah ada sebelumnya.
Hampir
keseluruhan pendapatan VOC diperoleh dari sumber ekonomi yang juga menjadi
andalan para penguasa local sebelumnya. VOC hanya membungkusnya secara resmi/
legal dan teratur. Staf administrasi dan prajurit yang berjumlah tidak lebih dari 17.000 orang
pada tahun 1700, telah merajalela di sebagian besar pusat-pusat penghasil dan
perdagangan rempah-rempah. Dengan demikian, cukup efektif pihak VOC untuk
menerapkan kebijakan-kebijakan di daerah koloni.
Dalam upaya memperlancar aktivitas organisasi, VOC pada tahun 1610
memutuskan untuk membentuk jabatan Gubernur Jendral yang pada waktu itu
berkedudukan di Maluku. Pieter Both sebagai orang pertama yang menduduki
posisi itu.
Tindakan VOC dengan adanya hak octroi sangat merugikan bangsa
Indonesia. Hak octroi seolah ijin usaha
kepanjangan tangan pemerintah Belanda, bahkan bisa dikatakan VOC sebagai sebuah
‘negara dalam negara’.
Pada Perserikatan Maskapai Hindia Timur
, VOC , kepentingan-kepentingan /para pedagang yang bersaing itu diwakili oleh
system majelis (kamer ) untuk masing-masing dari 6 wilayah di negeri Belanda.
Setiap majelis mempunyai sejumlah direktur yang telah disetujui, yang
seluruhnya berjumlah 17 orang dan disebut sebagai Heeren XVII ( Tuan-tuan Tujuh
Belas ).
Untuk menguasai perdagangan
rempah-rempah, VOC menerapkan hak monopoli, menguasai pelabuhan-pelabuhan
penting dan membangun benteng-benteng. Benteng-benteng
yang dibangun VOC adalah :
1. Di Banten disebut benteng Kota Intan ( Fort Pellwijk ).
2. Di Ambon disebut benteng Victoria.
3. Di Makasar disebut benteng Retterdam.
4. Di Ternate di sebut benteng Orange.
5. Di Banda disebut benteng Nasao.
Dengan keunggulan senjata, juga memanfaatkan kompetisi dan konflik di antara penguasa lokal (kerajaan ),
VOC berhasil memonopoli perdagangan pala dan cengkeh di Maluku. Satu persatu
kerajaan-kerajaan di Indonesia dikuasai
VOC. Kebijakan ekspansif (menguasai) semakin gencar diwujudkan ketika Jan
Pieterszoon Coen diangkat menjadi Gubernur Jendral menggantikan Pieter Both
pada tahun 1817.
Jan Pieterszoon Coen memiliki semboyan “
tidak ada perdagangan tanpa perang, dan juga tidak ada perang tanpa perdagangan”. Ialah yang memindahkan pos dagang VOC di Banten dan
kantor pusat VOC dari Maluku ke Jayakarta. Mengubah nama Jayakarta menjadi
Batavia.
Daerah-daerah
strategis bagi pelayaran dan perdagangan di sepanjang pantai nusantara di
kuasai VOC. Hal ini bisa dikatakan
sebagai tindakan imperialisme pantai, yaitu
:
1. Pada tahun 1919/1921 merebut pelabuhan Jayakarta.
2. Pada tahun 1625, menduduki daerah pusat rempah-rempah di pulau banda.
3. Pada tahun 1641, merebut benteng Portugis di Malaka.
4. Pada tahun 1662, menduduki pusat perdagangan Pariaman di pantai Barat
Sumatra.
5. Pada tahun 1667, menduduki Bandar Makasar .
Dalam upaya mempertahankan monopoli dan melarang keterlibatan bangsa Barat
lainnya maupun para pedagang Asia dalam perdagangan rempah-rempah di kepulauan
Maluku, VOC melakukan intervensi militer ke berbagai daerah dan pelayaran Hongi
( Hongi Tochten). Pelayaran Hongi yaitu pelayaran keliling menggunakan
perahu jenis kora-kora yang dipersenjatai untuk mengatasi perdagangan gelap
atau penyelundupan rempah-rempah di Maluku. Pelayaran ini juga disertai Hak
Ekstirpasi, yaitu hak untuk membinasakan tanaman rempah-rempah yang
melebihi ketentuan.
Pada tahun 1700 –an, VOC berusaha menguasai daerah-daerah pedalaman yang
banyak menghasilkan barang dagangan. Imperialisme pedalaman ini sasarannya
kerajaan Banten dan Mataram, karena daerah ini banyak menghasilkan
barang-barang komoditas seperti beras, gula merah, jenis-jenis kacang dan lada.
Tindakan VOC
yang sewenang-wenang, sangat keras, dan kejam menimbulkan perlawanan rakyat
Indonesia. Perlawanan terhadap monopoli VOC terjadi dimana-mana seperti di
Mataram, Banten, Makasar dan Maluku.
Kebijakan-kebijakan
VOC selama berkuasa di Indonesia sejak tahun 1602 – 1799 antara lain dapat
dirangkum sebagai berikut :
1. Menguasai
pelabuhan-pelabuhan dan mendirikan benteng untuk melaksanakan monopoli
perdagangan.
2. Melaksanakan politik devide
et impera ( memecah dan menguasai )
dalam rangka untuk menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.
3. Untuk memperkuat
kedudukannya dirasa perlu mengangkat seorang pegawai yang disebut Gubernur
Jendral.
4. Melaksnakan sepenuhnya
Hak Octroi yang ditawarkan pemerintah Belanda.
5. Membangun pangkalan /
markas VOC yang semula di Banten dan Ambon, dipindah dipusatkan di Jayakarta (
Batavia).
6. Melaksanakan pelayaran
Hongi ( Hongi tochten ).
7. Adanya Hak
Ekstirpasi, yaitu hak untuk membinasakan tanaman rempah-rempah yang
melebihi ketentuan.
8. Adanya verplichte
leverantien ( penyerahan wajib ) dan
Prianger Stelsel ( system Priangan )
Prianger Stelsel ( system Priangan , penyerahan wajib) dimulai tahun
1723
Masyarakat di Priangan dikenai aturan wajib kerja menanam kopi dan
menyerahkan hasilnya kepada kompeni. Wajib kerja ini sama dengan kerja paksa /
rodi, rakyat tanpa diberi upah, menderita dan miskin.
Pengaruh dari kebijakan VOC bagi rakyat Indonesia
antara lain :
1. Kekuasaan raja menjadi
berkurang atau bahkan didominasi secara keseluruhan oleh VOC.
2. Wilayah kerajaan
terpecah-belah dengan melahirkan kerajaan dan penguasa baru dibawah kendali
VOC.
3. Hak octroi
( istimewa ) VOC, membuat masyarakat Indonesia menjadi miskin,
menderita,mengenal ekonomi uang, mengenal sistem pertahanan benteng, etika perjanjian dan prajurit
bersenjata modern (senjata api, meriam ).
Hak octroi adalah hak istimewa dari pemerintah Belanda, yang
meliputi :
1.
Hak monopoli
2. Hak untuk
membuat uang
3. Hak untuk
mendirikan benteng
4. Hak untuk
melaksanakan perjanjian dengan kerajaan
di
Indonesia
5. Hak untuk
membentuk tentara
4.
Pelayaran Hongi,
bagi penduduk Maluku khususnya, dapat dikatakan sebagai suatu
perampasan, perampokan, pemerkosaan, perbudakan dan pembunuhan.
5. Hak Ekstirpasi
bagi rakyat merupakan ancaman matinya suatu harapan atau sumber penghasilan
yang bisa berlebih.
Dua abad sejarah VOC bercokol di
kepulauan Indonesia, sama sekali tidak mengisaratkan sebagai kesetaraan suatu
mitra baik dalam arti politik maupun ekonomi, melainkan berisi berbagai
peristiwa berdarah dari sebuah upaya menegakkan kekuasaan. VOC menjadi sebuah
kompeni yang bengis, yang mampu membangun sebuah tradisi sebagai symbol
kekuasaan kolonialisme dan imperialisme Barat.